Klaim Pemprov Soal Kepemilikan Lahan di Desa Rampoang Dipertanyakan, Hariono : Diduga Cacat Administrasi
Sejumlah Warga Desa Rampoang yang mengaku pemilik lahan, saat melakukan aksi protes penggusuran tanaman kelapa sawit milik mereka yang ditanam diatas lahan yang diklaim pemprov sulsel// Foto : esposmedia.com
LUWUUTARA,esposmedia.com | Langkah pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang menghibahkan lahan di Desa Rampoang untuk pembangunan Batalyon menuai sorotan publik.
Hariono Wardi selaku pendamping masyarakat menegaskan, bahwa tindakan pemprov Sulsel itu mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Kita harus mengetahui bahwa Hibah lahan pemerintah provinsi sulawesi selatan kepihak TNI untuk pembangunan Yon TP 872 merupakan keputusan yang dianggap telah mencedarai nilai nilai kemanusiaan dan keadilan,”ujar Hariono, dalam keterangan tertulis, kepada esposmedia.com, Rabu (10/12/2025).
Dari Lahan seluas 500Ha yang diklaim pemerintah Provinsi sekitar 75 Ha yang dihibahkan ke Pihak TNI, kata Hariono, didalamnya terdapat lahan masyarakat.
“Mirisnya dari lahan yang dihibahkan oleh Pemprov ke TNI kurang lebih 60 Ha merupakan lahan yang dikuasasi oleh masyarakat secara turun temurun”,sebut Hariono.
Lebih lanjut menurut Hariono, Pemerintah Provinsi Mengklaim bahwa lahan seluas 500 Ha merupakan lahan yang diperoleh melalui hibah dari Andi Hamid (Opu Onang)
pada tahun 1977 sehingga menjadi aset pemprov.
Akan tetapi disisi lain masyarakat desa rampoang mengakui bahwa lahan seluas 500 Ha itu merupakan tanah “ulayat kau kau” Yang secara turun temurun mereka olah.
“Adapun terkait hibah andi Hamid kepada pemprov menjadi pertanyaan besar warga bahwa jika lahan seluas 500 Ha merupakan lahan yang dihibahkan oleh Andi Hamid kepada pemprov mengapa didalamnya ada transaksi,”tambah Hariono.
Olehnya itu Hariono mempertanyakan atas klaim lahan tersebut oleh Pemerintah Provinsi.
“jika pemerintah provinsi mengklaim lahan seluas 500 Ha adalah lahan yang dihibahkan dari Andi Hamid maka mana surat hibahnya dan kenapa ada transaksi ganti rugi tanah dan tanaman pada tahun 1977 diatas Hibah, jelas kami menduga hal tersebut cacat administrasi “tegasnya.
Masyarakat menilai bahwa lahan seluas 500 Ha tersebut tidak pernah dihibahkan oleh Andi Hamid kepada Pemprov karena jika berbicara hibah maka tidak mungkin ada transaksi ganti rugi tanah dan tanaman didalamnya.
Dalam hukum, tanah hibah (hibah) adalah suatu perjanjian di mana seseorang (pemberi hibah) memberikan hak atas suatu barang (dalam hal ini, tanah) kepada orang lain (penerima hibah) secara cuma-cuma, tanpa ada imbalan atau ganti rugi.
Jika ada transaksi ganti rugi tanah dan tanaman, maka sifat hibah tersebut menjadi tidak murni lagi, karena ada unsur ganti rugi yang diberikan kepada pemberi hibah.
Dalam hal ini, transaksi tersebut lebih mirip dengan jual beli atau tukar guling, bukan hibah murni.
Dalam hukum Indonesia, hibah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1666-1693.
Pemberi hibah harus memiliki hak atas barang yang dihibahkan dan harus memberi secara cuma-cuma, tanpa ada imbalan atau ganti rugi serta penerima hibah harus menerima barang tersebut dengan itikad baik.
“Jika ada ganti rugi, maka transaksi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hibah murni, dan harus diatur dengan perjanjian yang sesuai, seperti jual beli atau tukar guling,”tandas Hariono Wardi.
Pewarta : Hamsul






